Sabtu, 29 Desember 2012

Tantangan Guru PAI Dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
                        Pendidikan agama Islam merupakan suatu sistem pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh umat manusia dalam rangka meningkatkan pemahaman, penghayatan dan pengalaman agama dalam kehidupan bermasyarakat, beragama, berbangsa dan bernegara. Menurut Ahmad D Marimba (dalam Ismail 2008 : 36) pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Kepribadian utama tersebut seringkali beliau mengatakan dengan istilah Kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. Allah SWT dengan tegas telah mewajibkan hamba-Nya melakukan pendidikan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-‘Alaq ayat 3-5 :
ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ
            Artinya :
"Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya". (QS. Al-Alaq / 96:3-5)

                        Dari ayat Al-Qur’an di atas dapat dipahami bahwa manusia tanpa melalui belajar, niscaya tidak akan dapat mengetahui segala sesuatu yang ia butuhkan bagi kelangsungan hidupnya di dunia dan akhirat, hal ini lebih menegaskan bahwa begitu pentingnya arti sebuah pendidikan dan pembelajaran bagi manusia. Pengetahuan manusia akan berkembang jika diperoleh melalui proses belajar mengajar yang diawali dengan kemampuan menulis dengan pena dan membaca dalam arti luas, yaitu tidak hanya dengan membaca tulisan melainkan juga membaca segala yang tersirat di dalam ciptaan Allah.
                        Dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari Undang-undang ini dapat dipahami bahwa suasana belajar itu harus dibentuk dalam usaha sadar dan terencana sehingga tercipta pembelajaran yang berkualitas. Pembelajaran yang berkualitas atau bermutu tidak akan tercapai apabila tidak didukung oleh seluruh komponen pembelajaran dan suasana belajar yang kondusif. Namun pada kenyataannya dalam proses pembelajaran masih banyak guru yang mengajar secara tradisional, metode ceramah yang diselingi tanya jawab masih mendominasi proses pembelajaran. Akibatnya terjadilah apa yang dikatakan dengan istilah “Teacher Centre” bukan “Student Centre”, pembelajaran berpusat kepada guru bukan kepada siswa, sehingga siswa tidak punya kesempatan untuk mengembangkan potensinya secara maksimal. Padahal keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangakan bakat yang dimilikinya, berfikir kritis dan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya sehari-hari (Martinis Yamin, 2007 : 77). Namun demikian,  seorang guru dalam usaha meningkat mutu atau kualitas pembelajaran tetap akan dihadapkan kepada permasalahan-permasalahan yang menjadi kendala baik yang berasalal dari siswa itu sendiri maupun yang berasalah dari luar diri siswa. Hambatan-hambatan tersebut merupakan tantangan yang harus ditaklukkan oleh seorang guru sebagai seorang pendidik dan pengajar dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran. Tantangan paling berat yang sering dihadapi oleh seorang guru adalah rendahnya motivasi belajar siswa, padahal motivasi tersebut merupakan kunci keberhasilan seorang siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
                        Bertitik tolak dari masalah tersebut seorang guru dituntut untuk dapat menciptakan suasana belajar yang menarik, menyenangkan (joyfull learning) dan dapat membangkitkan motivasi belajar siswa sehingga tercipta pembelajaran yang berkualitas atau bermutu dan tentu saja tujuan dari pembelajaran juga akan tercapai dengan sendirinya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan guru untuk menciptakan suasana belajar yang joyfull learning tersebut adalah dengan menggunakan model-model pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi ajar. Banyak model pembelajaran yang dapat digunakan, seperti yang dikemukakan oleh Hamzah B. Uno (2007 : 10) diantaranya Concept Attainment Model yang dikemukakan oleh Jerome Brunner, Inquiry Training oleh Richar Suchman, Advance Organizer oleh David Ausubel dan lain-lain. Ismail (2008:73) juga mengemukakan beberapa model pembelajaran PAIKEM seperti Active Debate, Jigsaw Learning, Index Card Match, Card Sort, Team Quis, Role Play dan lain sebagainya. Dari sekian banyak model pembelajaran tersebut, penulis telah mencoba menerapkan model pembelajaran Card Sort yang dipadukan dengan Mind Map dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada materi Takabbur di SMP Negeri 6 Kota Solok dan ternyata membuahkan hasil yang sangat baik. Begitu juga ketika penulis mengikuti program pertukaran guru pendidikan agama Islam pada tahun 2011 yang lalu, dimana penulis ditugaskan di SMP Negeri 12 Prafi Kabupaten Manokwari Propinsi Papua Barat. Dalam melaksanakan proses belajar mengajar di SMP Negeri 12 Prafi ini penulis juga menggunakan berbagai model pembeljaran seperti, Card Sort, Mind Mapping, Snow Ball, Group Investigation dan Contectual Teaching and learning. Dari semua model pembelajaran yang penulis lakukan ternyata mampu mengangkat hasil belajar siswa dan dapat membangkitkan motivasi belajarnya.

B.     Identifikasi Masalah
                        Banyak masalah yang menjadi tantangan dalam meningkatkan mutu pembelajaran pendidikan agama Islam, antara lain rendahnya motivasi belajar siswa, sarana dan prasarana yang tidak memadai, lingkungan yang kurang mendidik, akhlak siswa yang kurang baik, kemampuan baca tulis Al-Qur’an yang sangat minim, daya serap siswa yang kurang dan lain sebagainya.

C.    Rumusan Masalah
                        Dari semua masalah yang menjadi tantangan dalam meningkatkan mutu pembelajaran seperti yang dikemukakan di atas, tantangan yang sangat utama dan harus ditundukkan oleh seorang guru adalah masalah motivasi belajar siswa yang masih rendah. Kenapa hal ini yang penulis tekankan? Karena apabila motivasi belajar siswa sudah mampu dibangkitkan, maka tantangan yang lain akan bisa teratasi seiring berjalannya proses belajar mengajar.

D.    Tujuan Penulisan
                        Karya tulis ilmiah ini dibuat untuk melengkapi persyaratan sebagai peserta pemilihan guru Pendidikan Agama Islam SMP Kreatif yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama RI tahun 2012












BAB II
KAJIAN TEORI

A.    KUALITAS PEMBELAJARAN

1.   Tolok Ukur Keberhasilan Pembelajaran
            Berhasil atau tidaknya siswa dalam proses pembelajaran akan terlihat dalam evaluasi atau penilaian yang dilakukan terhadap materi yang telah disajikan dalam proses pembelajaran. Evaluasi atau penilaian tersebut dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana siswa dapat memahami atau menguasai materi pelajaran yang tergambar dalam bentuk hasil berupa angka atau huruf yang sekaligus juga merupakan kualitas sebuah pembelajaran. Apabila hasil belajar tersebut sudah baik hal ini berarti kualitas pembelajaran tersebut juga sudah tergolong baik, sebaliknya apabila hasil belajar siswa tidak baik hal ini mengisyaratkan bahwa kualitas pembelajaran juga belum baik.
            Menurut Sanjaya (2010 : 2) kualitas pembelajaran dapat dilihat dari dua sisi yang sama pentingnya, yakni sisi proses dan sisi hasil belajar. Proses belajar berkaitan dengan pola prilaku siswa dalam mempelajari bahan pelajaran, sedangkan hasil belajar berkaitan dengan perubahan prilaku yang diperoleh sebagai pengaruh dari proses belajar. Dengan demikian proses pembelajaran dapat dianggap sebagai sebuah sistem dan keberhasilannya dapat ditentukan oleh berbagai komponen yang membentuk sistem itu sendiri. Apabila dipetakan banyak komponen yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar, mulai dari komponen yang datang dari dalam yang secara langsung berkaitan dengan proses pembelajaran, sampai pada komponen luar yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan proses pembelajaran. Komponen yang datang dari dalam secara langsung misalnya motivasi belajar siswa yang tergolong rendah, kemampuan meyerap pelajaran siswa yang juga tergolong rendah, akhlak siswa yang kurang baik dan lain sebagainya. Sedangkan faktor dari luar yang juga ikut mempengaruhi misalnya sarana prasarana pembelajaran yang kurang memadai, dukungan dari orang tua yang masih setengah-setengah, pengaruh lingkungan dan sebagainya. Diantara sekian banyak komponen yang berpengaruh itu, guru merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan, sebab guru merupakan ujung tombak yang secara langsung berhubungan dan berintegrasi dengan siswa sebagai objek dan subjek belajar. Oleh karena itu, berkualitas atau tidaknya proses pembelajaran sangat tergantung pada kemampuan dan prilaku guru dalam pengelolaan pembelajaran. Semua komponen yang mempengaruhi proses dan hasil belajar tersebut merupakan tantangan yang harus ditaklukkan oleh guru dalam usaha mencapai tujuan pendidikan dan meningkatkan kualitas pembelajaran.       
            Menurut Herlina (2003 : 5) kualitas pembelajaran dipengaruhi oleh: 1) kemampuan guru menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara efektif dengan menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan melalui interaksi multi arah; 2) kemampuan guru mencari dan mengembangkan pengetahuan baru mengenai berbagai metode pembelajaran baik sebagai prakarsa perorangan maupun sebagai usaha kolektif antar guru; 3) kemampuan merefleksikan pembelajaran dan merancang model pembelajaran serta mengimplementasikan perbaikan pembelajaran sesuai metode pembelajaran yang relevan. Apabila guru telah memiliki kemampuan seperti yang dikemukakan di atas dan mampu mengaplikasikannya dalam proses pembelajaran, maka akan terciptalah suasana belajar yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan atau yang lebih dikenal dengan istilah PAIKEM.

2.   Urgensi Motivasi Belajar
a.    Pengertian Motivasi
Banyak pendapat para ahli tentang pengertian motivasi, diantaranya seperti yang dikemukakan oleh Fathurrohman (2007:19) bahwa motivasi berpangkal dari kata “motif”, yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Mc. Donal (dalam Oemar Hamalik, 1992:158) mendefenisikan motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Terry (1986:21) mengartikan motivasi sebagai keinginan yang terdapat pada seseorang individu yang merangsang mereka untuk melakukan tindakan. Selanjutnya, menurut Hoy dan Miskel (2001:210)  menyebutkan bahwa secara umum motivasi adalah sebagai suatu keinginan internal yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Dengan kata lain, motivasi adalah sebagai suatu tenaga yang kompleks, dorongan-dorongan, kebutuhan-kebutuhan keadaan, ketenagaan atau mekanisme psikologis internal lain yang menggerakkan pencapaian tujuan personal. Lebih lanjut disebutkan pula bahwa  suatu pendekatan kognitif terhadap motivasi, beranggapan bahwa orang memutuskan apa yang akan dilakukan berdasarkan tujuan dan penilaian mereka tentang berbagai alternatif tingkah laku yang menurut perkiraannya dapat membawa pada pencapaian tujuan. Yukl (1994:75) mengartikan motivasi sebagai “the process by which behavior is energized and directed“. Motivasi merupakan proses dimana perilaku didorong dan diarahkan. Sementara Handoko (1997:143) mengartikan motivasi sebagai keadaan dalam diri seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
Robbins dalam Herlina (2003:127) mengatakan bahwa tahapan proses timbulnya motivasi seseorang adalah: (1) kebutuhan tak tertahankan, (2) tegangan, (3) dorongan, (4) perilaku pencarian, (5) kebutuhan dipuaskan, dan (6) pengurang tegangan. Suatu kebutuhan yang tak terpuaskan menciptakan tegangan yang merangsang dorongan-dorongan di dalam individu itu. Dorongan ini menimbulkan suatu perilaku pencarian untuk menemukan tujuan-tujuan tertentu yang  jika tercapai akan memenuhi kebutuhan itu dan mendorong  kepengurangan tegangan.
Berdasarkan beberapa pengertian motivasi dari para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk berbuat dan bekerja dengan memanfaatkan segenap potensi yang dimilikinya guna mencapai suatu tujuan.
b.    Jenis-jenis Motivasi
Pada dasarnya motivasi terdiri dari dua jenis yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang. Motivasi intrinsik merupakan kekuatan pendorong yang datang dari dalam diri individu itu sendiri, dengan arti kata usaha seseorang untuk memenuhi kebutuhannya yang dilakukan atas kesadaran sendiri. Nawawi (2001:359) mengemukakan bahwa ada dua bentuk motivasi, yaitu sebagai berikut:
1.      Motivasi Instrinsik
           Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja sebagai individu, berupa kesadaran mengenai pentingnya manfaat makna pekerjaan yang dilaksanakannya. Dengan kata lain motivasi ini bersumber dari kegiatan/tugas yang dikerjakan, baik karena mampu memenuhi kebutuhan atau menyenangkan atau memungkinkan mencapai suatu tujuan maupun karena memberikan harapan tertentu yang positif ke masa depan, misalnya pekerja yang bekerja secara berdedikasi semata-mata karena memperoleh kesempatan untuk mengaktualisasikan atau mewujudkan realisasi dirinya secara maksimal.
           Menurut Yamin (2007:165) motivasi intrinsik adalah dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan menurut Fathurrohman (2007:19) motivasi intrinsik merupakan keinginan yang timbul dari dalam diri individu tanpa ada paksaan dorongan dari orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri. Motivasi intrinsik muncul berdasarkan penghayatan terhadap suatu kebutuhan dan dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Misalnya belajar karena ingin memecahkan suatu permasalahan, ingin mengetahui mekanisme sesuatu berdasarkan hukum dan rumus-rumus, atau ingin menjadi seorang yang ahli dalam dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu. Seorang guru yang ingin menjadi guru yang profesional akan berusaha sekuat tenaga dan segenap kemampuan untuk mewujudkan segala persyaratan profesionalismenya. Ia akan senantiasa meningkatkan kompetensi keilmuannya, meningkatkan kesungguhannya, meningkatkan kecintaannya kepada pekerjaan, membagi waktu dengan sebaik-baiknya disela kesibukan lainnya dan memanfaatkan berbagai sumber informasi yang menunjang profesionalismenya. Dorongan itu hendaknya mengalir dari dalam diri guru tersebut dan adanya rasa kepercayaan bahwa tanpa bekerja keras untuk memperbaiki motivasinya ia tidak akan memperoleh hasil yang maksimal. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi intrinsik adalah kekuatan yang berasal dari dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan suatu pekerjaan atas kesadaran sendiri guna mencapai suatu tujuan.
           Adapaun indikator motivasi intrinsik tersebut adalah seperti yang dikemukakan oleh Zaianun (2004:112) sebagai berikut :
1.   Kemampuan membangkitkan semangat dalam melaksanakan tugas
2.   Kemampuan untuk memanfaatkan waktu dan memperbaiki kesalahan dalam melaksanakan tugas
3.   Kemampuan untuk meningkatkan motivasi dalam bekerja
4.   Kemampuan untuk meningkatkan produktifitas dalam bekrja
5.   Kemampuan untuk memanfaatkan informasi untuk memperbaiki kualitas pekerjaan
6.   Suasana kerja yang kondusif
7.   Rasa tanggung jawab atas tugas yang dibebankan


2.      Motivasi Ekstrinsik
           Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar diri pekerja sebagai individu, berupa suatu kondisi yang mengharuskan melaksanakan pekerjaan secara maksimal. Misalnya berdedikasi tinggi dalam bekerja karena upah/gaji yang tinggi, jabatan/posisi yang terhormat atau memiliki kekuasaan yang besar, pujian, hukuman dan lainnya.
           Menurut Amstrong (1994:71) motivasi intrinsik merupakan faktor-faktor dari dalam diri sendiri yang mempengaruhi orang untuk berprilaku, sedangkan motivasi ekstrinsik juga merupakan suatu kekuatan yang mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang bersumber dari luar dirinya.
B.     HAKIKAT PEDIDIKAN AGAMA ISLAM

1.    Pengertian Pendidikan Agama Islam
        Menurut Nizar (2002:25) Pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada term at-Tarbiyah, at-Ta’dib dan at-Ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term yang paling populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah term at-tarbiyah, sedangkan term at-ta’dib dan at-ta’lim jarang sekali digunakan. Padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam. Sedangkan menurut Arifin (1996:10), pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah. Oleh karena Islam mempedomani seluruh aspek kehidupan manusia muslim baik duniawi maupun ukhrawi. Ahmad D Marimba (1989:19) mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadiannya yang utama (insan kamil).
        Berdasarkan beberapa pengertian pendidikan Islam yang dikemukakan oleh para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seorang peserta didik dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.

2.    Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
a.    Dasar Pendidikan Agama Islam
Dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu, fungsi dasar ialah memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu. (Nizar, 2000:95). Dasar pendidikan agama Islam dapat ditinjau dari segi religius dan yuridis/hukum. Dasar pendidikan Islam dari segi religius terdiri dari :
1)   Al-Qur’an
Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya terkandung ajaran pokok sangat penting yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur.an itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut Aqidah, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut dengan Syari’ah. Istilah-istilah yang sering digunakan dalam membicarakan ilmu tentang syari’ah ini ialah, ibadah untuk perbuatan yang langsung berhubungan dengan Allah, mu’amalah untuk perbuatan yang berhubungan selain dengan Allah dan akhlak untuk tindakan yang menyangkut etika dan budi pekerti dalam pergaulan. Zakiah Darajat (2004:19-20) menjelaskan bahwa pendidikan termasuk ke dalam usaha atau tindakan untuk membentuk manusia, termasuk ke dalam ruang lingkup mu’amalah. Pendidikan sangat penting karena ikut menentukan corak dan bentuk amal dan kehidupan manusia baik pribadi maupun masyarakat. Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh dapat dibaca kisah Lukman mengajari anaknya dalam surat luqman ayat 12-19, disana terkandung prinsip materi pendidikan yang berguna untuk dipelajari oleh setiap muslim.

2)   As-Sunnah
Zakiah Darajat (2004:21) juga menjelaskan bahwa As-Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasul Allah SWT. Yang dimaksud dengan pengakuan ialah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatantersebut. Sunnah merupakan ajaran kedua sesudah Al-Qur’an. Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemashlahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. Untuk itu Rasulullah menjadi guru dan pendidik utama bagi umatnya. Oleh karena itu sunnah merupakan landasan kedua bagi cara pembinaan pribadi manusia muslim. Sunnah selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah sebabnya mengapa ijtihad perlu ditingkatkan dalam memahaminya termasuk sunnah yang berkaitan dengan pendidikan.

3)   Ijtihad
Zakiah Darajat (2004:22) menjelaskan Ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berpikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari’at Islam untuk menetapkan/menetukan sesuatu hukum Syari’at Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-Qur.an dan Sunnah. Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Qur.an dan Sunnah yang diolah oleh akal dari para ahli pendidikan Islam. Teori-teori pendidikan baru hasil ijtihad harus dikaitkan dengan ajaran Islam dan kebutuhan hidup.

Sedangkan yang termasuk dalam dasar yuridis/ hukum adalah :
1.    Landasan idiil yaitu Pancasila, sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengertian bahwa seluruh bangsa Indonesia harus percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa atau dengan kata lain harus beragama. Untuk mewujudkan manusia yang mampu mengamalkan ajaran agamanya sangat diperlukan pendidikan agama karena pendidikan agama mempunyai tujuan membentuk manusia bertaqwa kepada Allah SWT.
2.    Landasan Struktural/ konstitusional yakni UUD 1945 dalam Bab XI Pasal 29 ayat 1 dan 2 berbunyi :
1)   Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
2)   Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
3.    Landasan Operasional, yakni dasar yang secara langsung mengatur pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah di Indonesia, yakni Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan agama secara langsung dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai universitas-universitas negeri.
           
b.    Tujuan Pendidikan Agama Islam
               Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mencapai suatu tujuan, tujuan pendidikan akan menentukan kearah mana peserta didik akan dibawa. Tujuan pendidikan juga dapat membentuk perkembanagan anak untuk mencapai tingkat kedewasaan, baik bilogis maupun pedagogis. Abdurrahman Saleh Abdullah mengatakan dalam bukunya,”Educational theory a Qur’anio out loo”, yang dikutip oleh Armai Arief menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah SWT, atau sekurang-kurangnya mempersiapkan ke jalan yang mengacu kepada tujuan akhir. Abdul Majid (2004:135) mengemukakan bahwa Pendidikan agama Islam di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melaui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga mejadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2007 dinyatakan bahwa tujuan Pendidikan Islam adalah :
1.    Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT;
2.    Mewujudkan manuasia Indonesia yang taat beragama  dan berakhlak mulia  yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.









BAB III
PEMBAHASAN

            Pada dasarnya pembelajaran merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik ke dalam proses belajar, sehingga mereka dapat mencapai tujuan belajar sesuai dengan apa yang diharapkan.  Anak didik merupakan individu yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan individual anak tersebut, sehingga pembelajaran benar-benar dapat merobah kondisi anak dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak paham menjadi paham serta dari yang berperilaku kurang baik menjadi baik. Kondisi riil anak seperti ini, selama ini kurang mendapat perhatian di kalangan pendidik. Hal ini terlihat dari perhatian sebagian guru/pendidik yang cenderung memperhatikan kelas secara keseluruhan, tidak perorangan atau kelompok anak, sehingga perbedaan individual kurang mendapat perhatian. Gejala yang lain terlihat pada kenyataan banyaknya guru yang menggunakan metode pengajaran yang cenderung sama setiap kali pertemuan di kelas berlangsung.
            Pembelajaran yang kurang memperhatikan perbedaan individual anak dan cenderung sama setiap kali pertemuan di kelas berlangsung akan sulit untuk dapat mengantarkan anak didik ke arah pencapaian tujuan pembelajaran dan pembelajaran jadi tidak bermutu dan terjadinya kesenjangan yang nyata antara anak yang cerdas dan anak yang kurang cerdas dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Hal ini sekaligus sebagai penyebab rendahnya motivasi siswa dalam belajar disamping faktor lain yang juga ikut mempengaruhinya. Akan tetapi motivasi belajar ini merupakan kunci keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Tanpa motivasi belajar, sekuat apapun daya serap siswa terhadap pelajaran maka tujuan pembelajaran tetap tidak akan tercapai. Walau bagaimanapun hebatnya dan dalamnya pengetahuan seorang guru  jika tidak didukung oleh siswa yang punya motivasi untuk belajar,  maka pembelajaran tidak akan menjadi sebuah pembelajaran yang joyfull learning. Seorang guru yang tak mampu membangkitkan motivasi belajar siswa tidak akan memperoleh pembelajaran yang berkualitas, oleh karena itu seorang guru harus memiliki kompetensi sebagai seorang pendidik profesional agar bisa meningkatkan kualitas pembelajaran.
            Achjar Chalil (2008:67) mengemukakan terkait dengan profesinya, guru adalah individu yang wajib memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, sosial dan kompetensi profesional. Untuk bisa mengaktualisasikan seluruh kompetensi yang tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah. Banyak tantangan dan rintangan yang harus dilewati, usaha keras saja tidak cukup untuk mewujudkan itu semua. Agar guru tetap tegar dan dapat melewati semua tantangan rintangan dan dapat melaksanakan tugas sesuai dengan tuntutan kompetensi yang harus dipenuhi, maka sebalum melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan dan melatih peserta didik, guru harus terlebih dahulu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan dan melatih jiwanya sendiri. Hanya jiwa yang bersih yang mampu membuat jiwa-jiwa yang ada di sekitarnya menjadi bersih juga. Tak mungkin sapu yang kotor dapat membersihkan lantai yang kotor.
            Sesuai dengan pengalaman penulis mengajar di beberapa sekolah selama sembilan tahun sebagai guru honor, gaji yang diterima setiap bulannya hanya puluhan ribu rupiah. Apabila dibandingkan penghasilan yang didapat dengan biaya hidup yang mesti dikeluarkan ditambah lagi dengan beban mengajar yang cukup banyak serta kegiatan ekstra kurikuler yang mesti dilaksanakan, maka jauh tidak seimbang antara pendapatan dengan pengeluaran dan rasanya penulis ingin berhenti sebagai guru honor. Tetapi penulis punya keyakinan yang kuat bahwa Allah pasti memudahkan jalan hidup ini dan mendatangkan rezeki dari pintu yang tak pernah penulis perkirakan jika menjalankan tugas sebagai guru honor dengan penuh keikhlasan dan hati yang bersih, dan ternyata semua itu telah menjadi sebuah kenyataan. Setelah penulis diangkat sebagai pegawai negeri sipil dan ditugaskan di SMP Negeri 6 Kota Solok Provinsi Sumatera Barat, penulis mencoba membangkitkan motivasi belajar siswa dengan menerapkan berbagai model pembelajaran seperti Card Sort, Mind Mapping, Group Investigatin, Snow Ball dan lain sebagainya dan ternyata hasilnya dapat membangkitkan motivasi belajar siswa sehingga hasil belajar siswa juga meningkat. Bagi siswa yang kurang mampu dan tidak bisa sama sekali membaca Al-Qur’an penulis melakukan pembelajaran tambahan tentang baca tulis Al-Qur’an, dan penulis juga telah melaksanakan pembelajaran dengan memanfaatkan ICT untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan sekaligus untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
            Ketika penulis menjalankan tugas sebagai salah seorang peserta pertukaran guru Pendidikan Agama Islam pada tahun 2011 yang lalu, dimana penulis di tempatkan di SMP Negeri 12 Prafi Kabupaten Manokwari Privinsi Papua Barat, penulis juga menerapkan berbagai model pembelajaran seperti yang penulis lakukan di SMP Negeri 6 Kota Solok Provinsi Sumatera Barat, dan ternyata hasilnya juga sangat menggembirakan. Dimana motivasi belajar siswa tumbuh dan berkembang dan hasil belajar siswa juga meningkat walaupun daya serap siswa di SMP Negeri 12 Prafi Privinsi Papua Barat ini lebih rendah dibandingkan dengan siswa di SMP Negeri 6 Kota Solok Provinsi Sumatera Barat.











BAB IV
P E N U T U P

A.    Kesimpulan
Dari uraian yang telah disampaikan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1.      Sebelum melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan dan melatih peserta didik, guru harus terlebih dahulu  mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan dan melatih jiwanya sendiri dan melaksanakan tugas dengan ikhlas.
2.      Untuk bisa menundukkan segala macam rintangan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran guru harus menguasai dan mengimplementasikan seluruh kompetensi sebagai seorang guru.
3.      Dengan melaksanakan berbagai model pembelejaran sesuai dengan karakteristik materi ajar akan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar dan dapat mingkatkan hasil belajar siswa serta dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
B.     Saran-saran
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih terdapat kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan tulisan ini









DAFTAR PUSTAKA
Abdul majid, Dian Andayani. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,        Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Achjar Chlil dan Hudaya Latuconsina, 2008. Pembelajaran Berbasis Fitrah.          Jakarta: Balai Pustaka
Ahmad D. Marimba, 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT.     Al-maarif
Amstrong, Michael. (1994). Manajemen Sumber Daya Manusia. (Alih bahasa oleh
Armai Arief, 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta :    Ciputat Pers
Departemen Agama RI, 1998. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang : Asy          Syifa’
Fathurrohman, Pupuh. (2007). Strategi Belajar Mengajar. Refika Aditama. Bandung
Hamzah, B Uno, 2007. Model Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara
Herlina, Lina. 2003. Isu-isu Aktual Sekolah dalam Dunia Pendidikan.  Bandung ; PPPGF.
Hamalik, Oemar. (1992). Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum. Mandar Maju. Bandung
Handoko, T. Tani. (1997). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPEE. Yokyakarta
Hoy,Wayne K. dan Miskel,Cecil G.(2001). Educational Theory Research,and Practice 6th ed.,International Edition. McGraw-Hill Co. Singapore
H. M. Arifin, 1996. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara
Ismail, SM, 2008. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM.
Semarang : RaSAIL Media Group.
Nawawi, Hadari. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang Kompetitif. Gajah Mada University Press. Yokyakarta
Sanjaya, Wina, 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. Kencana
Samsul Nizar,2002. Filsafat Pendidikan Islam , pendekatan Historis, Teoritis dan   Praktis, Jakarta :Ciputat Pers
___________,2000. Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama
Undang-undang Dasar 1945 Hasil Amandemen,2005. Jakarta : Sinar Grafika
Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan       Nasional. Bandung : Fokus Media
Yamin, Martinis, 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta : Gaung Persada
Yukl,  Gary. 1994.  Kepemimpinan Dalam Organisasi  (Leadership in Organization 3 e).   Jakarta: Prenhallindo
Zainun, Buchari, 2004. Manajemen dan Motivasi. Jakarta :Balai aksara
Zakiah Daradjat, 2004. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2004






Lampiran 1

FOTO KEGIATAN PEMBELAJARAN CARD SORT DAN MIND MAP DI        SMP NEGERI 6 KOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT
1.         Guru Memperkenalkan dan mengocok kartu

2.         Guru membagikan kartu kepada siswa








3.         Siswa mencocokkan kartu











4.         Siswa menempelkan kart











5.         Siswa mempresentasikan

6.         Guru memberikan penguatan










7.         Guru memberikan kesempatan kepada siswa menyimpulkan pelajaran



































Lampiran 2

FOTO KEGIATAN PEMBELAJARAN CARD SORT, SNOW BALL DAN          GROUP INVESTIGATION  DI SMP NEGERI 12 PRAFI KABUPATEN    MANOKWARI PROVINSI PAPUA BARAT
1.      Pembelajaran Model Card Sort
























2.     Pembelajaran Model Group Investigation




















3.      Pembelajaran Model Snow Ball